Mimpi. Mimpi adalah sebuah mimpi jika kita tak meraihnya. Kini ataupun nanti. Mimpi akan mendaji sebuah pengharapan kosong jika kita tak berusaha dengan sekuat hati meraihnya. Itu yang kini kurasakan. Aku mahasiswa sebuah universitas di Bandung. Yang meninggalkan kampung halaman Surakarta. Dan antara Bandung Surakarta semua kisah dimulai.
Surakarta,Agustus 2009
“ Benar kamu mau kuliah di Bandung,Ann ? Kita – kita bakal kangen ma kamu dong, sering – sering pulang ya?” Sekar mulai membayangkan hal yang berbeda.
“ Tenang aja. Aku sakan sering pulang. Hehehehe. Doakan aku lah ! ih kenapa kalian jadi melankolis sih. Kita kan sudah berjanji apapun pilihan kita kita akan menjalani pilihan itu. Ingat?” Aku coba meyakinkan semuanya.
Persahabatan memang kadang menyulitkan kita. Saat perpisahanlah yang menyulitkan kita. Melepas kepergian sahabat kita ke tempat yang dia impikan. Melepas masa – masa indah bersama demi sebuah impian yang harus diraih. Kehilangan tempat berbagi dikemudian hari. Tapi tetap saja mereka akan selalu di hati, takkan pernah terganti dengan yang lain.
“ Semangat kawan! Kita akan bertemu di liburan nanti. Janji?” Rini memncoba mencairkan suasana yang melankolis.
“ Benar! Mari lakukan yang terbaik yang bisa kita lakukan, kemanapun kaki melangkah kaliyan tetap di hatiku.” Dengan mantap Ayu meyakinkan semua.
“ Terimakasih semua. Kita akan bertemu lagi. Raihlah mimpi kaliyan semua. OK!”
“OK!” semua serempak menjawab.
Dan inilah akhir juga awal bagiku. Akhir masa – masa yang indah di SMA dan akan menuju sebuah kota besar yang tak pernah kukunjungi sebelumnya. Tak pernah terbayangkan sebelumnya. Dan disanalah aku benar – benar sendiri nanti. Apa yang harus dilakukan akan dilakukan . Apa yang diimpikan akan mewujudkan itu semua. Aku akan mengenang semua tentang kita. Takkan pernah terlupa. Terkenang dalam hati sampai nanti. Persahabatan taktak pernah mati, tak ada kata mantan sahabat. Semangat itu juga akan menguatkanku seatu saat nanti. Masih banyak cara untuk berkomunikasi. Mimpi itu sudah di depan mata. Tak bisa lagi untuk mundur, selangkah lagi akan menuju dunia yang sangat berbeda.
Bandung, agustus 2009
Pagi ini terasa sangat aneh. Bandung, pertama kalinya aku menginjakkan kaki di tanah sunda. Sungguh perasaan aneh menyergap ke seluruh tubuhku. Mungkin ini rasa takut. Perasaan yang tak pernah aku alami sebelumnya. Aku ingin pulang. Tapi impian itu sudah ditancapkan di sini. Mimpi itu tak boleh mundur. Ada bisikan yang membuat gusar itu sedikit menghilang. Aku tak pernah tau apa yang terjadi yang akan datang. Hanya berharapa keajaiban esok hari. Hari – hari akan berubah sejak hari ini. Tak boleh mundur. Takkan bisa mundur lagi.
“Hai!” Rachma menyapaku, membuyarkan lamunanku.
“Hai, udah registrasi? Dimana?”
“Belum. Ayo masuk, kita registrasi bareng.”
“Oke!”
Benar. Inilah pertamaku dan akan menjadi awal yang menyenangkan. Aku harap seperti itu.
“Anna!” petugas registrasi memanggil namaku. Ada perasaan yang aneh sekali lagi. Aku tak tau apa ini benar jalanku. Apa tak seharusnya aku memilih kuliah di sana? Ah apa yang aku pikirkan? Aku sudah di sini dan aku aku akan terus berjuang sampai akhir. Ini janjiku.
“ ya.”
***
“Huft! Ada yang kamu kenal ga di daftar itu?”
“ Sepetinya ga ada,kamu ada yang dikenal ga Ma?”
“Sama.” Rachma terus mencari orang yang mungkin dia kenal di kampus ini. Ya saat ini Cuma Rachma yang aku kenal. Yang lain perlu beradaptasi lagi. Sungguh aku benci dengan perjumpaan di awal. Perasaan canggung itu akan muncul. Aku memang orang yangtak pandai beradaptasi dengan orang lain. Susahnya, untuk menjadi orang yang bisa ngomong ini itu , bergaul sama ssiapa aja.
“Mudah – mudahan saja ospek tidak terlalu menyesakkan.”
“Semangatlah!” Aku dan Rachma tersenyum.
Dan sejak hari itu, ospek dimulai. Ospek yang menghabiskan banyak waktu. Harus datang kekampus pagi – pagi. Dengan rute yang berbeda antara Maba (Mahasiswa baru) dan Miba (Mahasiswi Baru). Inilah keunikan kampus Putih Biru. DIsini masih ada jarak antara laki – laki dan perempuan. Dan di jurusanku mahasiswi hanya 10 % dari seluruh mahasiwa satu angkatan. Sungguh perempuan disini adalah minoritas. Yang dulu di SMP atau SMA aku merasakan mayoritas perempuan di kelas dan kini menjadi minoritas. Persaingan yang cukup berat.
Baru kali ini aku merasakan ospek bukanlah ajang balas dendam kakak tingkat. Karena menurutku malah ospek di kampus Putih Biru terasa membosankan. Isinya hanya seminar dan seminar. Makan gratis yang dibagikan panitia ospek. Benar – benar beda. Tugas yang harus dikerjakan tak seperti ospek – ospek kampus lain, disini lebih banyak melalui dunia maya, teknologi jaringan katanya. Membuat tugas dengan memecahkan masalah alias sebuah soal. Kalau di kampus lain mungkin harus mencari barang – barang yang susah untuk dicari. Tapi disini sekali lagi lain. Saat ini aku merasa kekagumanku. Dan aku merasa harus bertahan sampai akhir. Aku akan lulus dari kampus ini. Pasti!
0 komentar:
Posting Komentar